Minggu, 13 Desember 2009

SEJARAH SINGKAT JEMAAT TUMALE' (jemaat dimana bapak saya sekarang menjadi palayan Tuhan sebagai pendeta)

Benih Injil yang mulai ditaburkan oleh guru-guru sekolah Landschap (anggota Indische Kerk–Gereja Protestan Indonesia), yang dibuka oleh Hindia Belanda pada tahun1908. Para guru ini berasal dari Ambon, Minahasa,Sangir, Kupang, dan Jawa. Kemudian di lanjutkan secara intensif oleh Gereformeerde Zendingsbond (GZB) yang datang di Tanah Toraja pada tanggal 10 Nopember 1903. GZB adalah sebuah badan Zending yang didirikan oleh anggota-anggota Nederlandse Hervormde Kerk (NHK) yang menganut paham gereformeerd. GZB berlatar belakang pietis, dalam arti sangtat mementingkan kesalehan dan kesucian hidup orang kristen. Paham ini sangat berpengaruh pada paham theologi warga Gereja Toraja sampai sekarang .

Pada tanggal 25 – 28 Maret 1947 diadakan persidangan Sinode I di Rantepao yang dihadiri oleh 35 orang dari 18 buah klasis. Di sini diputus gereja Toraja berdiri sebagai suatu organisasi/intitusi gereja yang diberi nama Gereja Toraja

Pada tahun 1965 diadakan pertemuan dua Bupati Luwu ( Andi Makkulau) dan Bupati Tana Toraja ( D.S. Rantesalu) di Makula’, Sanggala’ Kabupatenan Tana Toraja. dan dikenal dengan konfrensi Makula’. Pokok pertemuan itu adalah bahwa kedua belah pihak melakukan perjanjian kerjasama dalam melakukan pemindahan penduduk dari Kabupaten Tana Toraja ke Kabupaten Luwu sebagai transmigrasi lokal. Perjanjian kerjasama tersebut disertai dengan ungkapan sastra yang berbahasa daerah dari kedua belahpihak dan didengarkan semua yang hadir saat itu : Bupati Tana Toraja : Garaganki’ Lembang Sura’ Lopi dimaya-maya latanai sola dua umpamisa penawa (buatkanlah kita perahu yang indah dan di atas kita mempersatukan hati).

Bupati Luwu : Bassin-bassinna Toraya Sulingna To Palopo Ladipasibarung ladi papada oni ( Lagu-lagu Toraja dan seruling dari Palopo akan ditaut menjadi harmoni yang indah).

Realisasi dari pertemuan ini terwujud pada tanggal 8 Oktober 1965, dimana diberangkatkan 250 rumah tangga dari Tana Toraja ke Palopo bagian Selatan. Mereka ini berasal dari tiga kecamatan di Tana Toraja yaitu Kecamatan Makale, Kecamatan Sesean dan Kecamatan Sanggalangi’. Mereka diantar langsung oleh camat Sesean D.S.Ramba’ dan Camat Sanggalangi’. Setelah tiba di Padang Sappa, rombongan ini diterima oleh Pemerintah Bua Ponrang dengan pimpinan proyek transmigrasi di Padang Sappa Lettu Asmar. Pada saat dimukimkan, mereka ini di bagi dua yaitu :

1. 90 rumah tangga tinggal di Padang Sappa, mereka ini memperoleh tanah perumahan dan tanah persawahan di Padang Sappa ,bersama dengan orang yang telah duluan datang dan sudah menggarap tanah disitu mendapat jatah juga.

2. 160 rumah tangga mendapat tanah perumahan dan tanah persawahan di Tumale.

Keadaan daerah Tumale pada saat itu merupakan daerah hutan yang rata. mereka membabatnya menjadi sawah yang sangat produktif sekarang ini. Sebagian besar anggota Transmigrasi ini anggota gereja Toraja sehingga mereka berkumpul beribadah pada hari minggu di pondok yang mereka buat dan disebut tempat kebaktian..

Dalam perjalan selanjutnya di sahkan menjadi cabang kebaktian Padang Sappa pada bulan Feruari 1967. dan pada persidangan Klasis Palopo di dewasakan menjadi satu jemaat yang di beri nama Jemaat Tomale, dengan ketua jemaat Y.Bontong sampai dengan tahun 1971, pendeta yang bertanggung jawab melayani waktu itu yaitu Pdt.Limbong yang berkedudukan di Palopo sampai pada tahun 1970, kemudian diganti Pdt.M.Tj. Randan yang di urapi pada tanggal 17 Nopember 1970 yang melayani jemaat-jemaat yang ada di Palopo Selatan.

Pada bulan Pebruari 1971 dalam persidangan Klasis Palopo di Padang sappa, di usulkan agar Jemaat Padang Sappa, Jemaat Tumale dan Jemaat Lura mejadi satu Klasis yaitu Klasis Palopo Selatan. Kemudian usul ini diterima dan dilanjutkan ke persidangan Wilayah I yang berlangsung pada tanggal 27 s/d 30 Oktober 1971 di Jemaat Marampi Sabbang, dan dalam persidangan Wilayah I tersebut disahkanlah ketiga jemaat tersebut di atas menjadi Klasis Palopo selatan.

Pada tahun 1971 diangkat Pnt. Ne’Sirundu’ menjadi ketua jemaat yang menjabat sampai tahun 1974, kemudian di gantikan oleh Ne’ Tiramban sampai 1979, sesudah itu di ganti olek Pnt. Y.Rantelembang sampai Tahun 2002

Dalam perkembang selanjutnya Pdt.Y.Res Pasa ditugaskan melayani jemaat-jemaat yang ada di Klasis Palopo Selatan bersama dengan Pdt.M.Tj.Randan , karena perkembangan jemaat begitu pesat, maka dipanggil lagi Pdt. Konian Malunda dan disusul oleh Pdt .Betoni yang melayani Jemaat Padang Katapi dan Jemaat Tumale sampai pada tahun 2000.

Pada tahun 2000 di tugas M.l.Ma’dika,Sth menjadi Proponen di Jemaat Tomale dan di urapi menjadi Pendeta pada tahun 2002 dan ditetapkan menjadi ketua Majelis Gereja Sampai pada tanggal 14 April 2007. Pada tanggal tersebut diadakan pengurain Pdt. M.L.Ma’dika dan peneguhan Pdt.DHB.Sampetoding.

Pada persidang Klasis Palopo Selatan yang di adakan di Jemaat To’ding pada tanggal 11 s/d 13 September 2007, nama Klasis Palopo Selatan diganti menjadi Klasis Luwu.

Jemaat Tumale berada di Daerah Sulawesi Selatan, Kabupaten Luwu , Kecamatan Ponrang , Desa Tumale.

Kelembagaan/Institusi

Organisasi dan Manajemen

Gereja Toraja Jemaat Tumale tidak bisa dipisahkan dari Gereja Toraja yang mempraktekkan struktur gereja yang berbentuk Prespiterial Sinodal Struktur ini disatu pihak menekankan otonomi bagi lingkup wilayah pelayanan yang lebih sempit(jemaat dan klasis) untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dan prioritas-prioritas sesuai dengan kondisi jemaat dan klasis masing-masing. Di lain pihak, semua lingkup pelayanan dalam Gereja Toraja berjalan bersama-sama yang kesatuannya nampak dalam lingkup yang lebih luas, sampai kelingkup sinode . Jadi Gereja Toraja secara prinsip telah mempraktekkan otonomi dalam kesatuan dan bersatu dalam otonomi.

Struktur ini diharapakan dapat mendorong pengembangan kemandirian masing-masing wilayah pelayanan,khususnya pada arah jemaat, tetapi dengan tetap menjaga dan memelihara kesatuan pada lingkup pelayanan yang lebih luas.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa Struktur Prespiterial Sinodal ini belum dipahami secara baik, benar dan tepat oleh sebagian warga gereja bahkan oleh sebagian pejabat-pejabat gerejawi dalam lingkup Gereja Toraja. Ada tanda-tanda bahwa lingkup pelayanan yang satu kurang memperhatikan lingkup pelayanan yang lain. Sejumlah jemaat atau klasis tetap dalam keadaan merana karena memiliki potensi yang kurang, sementara itu sejumlah jemaat atau klasis yang berpotensi besar terkesan kurang peduli terkemeranaan dan kekurangan jemaat atau klasis yang lain.

Pada beberapa tempat terdapat kelompok warga gereja, yang dengan dalih untuk pengembangan kemandirian, terkesan memaksakan diri menjadi jemaat tersendiri meskipun potensinya belum atau tidak mendukung. Pendirian jemaat yang demikian ini terkadang lebih dilandasi oleh keinginan untuk memisahkan diri hanya karena alasan-alasan pribadi atau kepentingan kelompok dan bukan dengan tujuan peningkatan efektivitas pelayanan.

Di Gereja Toraja Jemaat Tumale Struktur ini dapat dijalankan dengan baik dimana semua majelis dan anggota jemaat membicarakan pelaksanaan program yang akan dilaksanakan , karena didiskusikan dalam kelompok-kelompok kumpulan rumah tangga, dan dalam kelompok pelayana kategorial. Dan semuanya diikat dengan aturan Tata Gereja dan kekuputusan rapat Majelis Gereja Toraja Jemaat Tumale. Evaluasi pelaksanaan pekerjaan diadakan setiap minggu sebelum atau sesudah Ibadah Jemaat.


Badan-Badan Pelaksana Keputusan Persidangan

Pada tingkat Jemaat, badan-badan pelaksana keputusan persidangan Gereja Toraja terdiri atas Majelis Majelis Gereja Toraja yang membentuk Badan Pekerja Majelis Gereja Toraja dan Badan Verifikasi Gereja Toraja. Badan ini memerankan fungsinya pelayanan dalam lingkup Jemaat Tumale secara efetif dan efisien, untuk menghantar jemaat Tumale menjadi suata lembaga mandiri.

Untuk mendukung operasionalisasi tugas-tugas Majelis Gereja Toraja Toraja Jemaat Tumale , dibentuk 5 bidang: Pelayanan, Pembinaan, TK, Dikonia (Kesjakteraan)


, Pembagusnan dan di bantu 3 Organisasi Intra Gerejawi ( KAR-GT,PPGT, PWGT) dan 9 kelompok pelayanan yang masing-masing bertanggung jawab pada bidang-bidang pelayanan tertentu, tetapi tetap diharapkan berada di bawah suatu koordinasi yang solit, sehingga pelaksanaan aktivitas pelayanan Gereja Toraja Jemaat Tumale, baik pada masing-masing bidang maupun secara keseluruhan, dapat berlangsung dengan lancar. Efisien dan efektif. Namun -demikian sampai saat ini sebagian dari kelompok ini belum terkelola dengan baik dan belum berfungsi secara optimal. Mekanisme kerja dan koordinasi antara kelompok belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan sejumlah kegiatan penugasan persidangan Majelis ini di evaluasi dalam rapat kerja yang diadakan sekali setahun dan rapat kerja juga menetapkan program kerja dan rencana anggaran pendapatan Badan Pekerja Majelis Gereja Toraja Jemaat Tumale dalam tahun baru.


Hormat kami

Penulis : Pdt. DHB. Sampetoding. ST.h, MM



Tidak ada komentar: